
Dugaan Oknum Calo Berseragam Aparat Di Satpas Polresta Metro Bekasi
Jakarta || gayortinews.net – Adanya Dugaan informasi mengenai adanya calo berseragam aparat di satpas polresta metro Bekasi menjadi sorotan tajam setelah terbongkarnya dugaan praktik percaloan dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Praktek yang diduga telah berlangsung sistematis terorganisir dan melibatkan oknum internal kini menjadi wajah buram dari pelayanan publik 25/8/2025.
Fakta dilapangan Saat investigasi team media menanyakan kepada salah satu narasumber yang ada dilokasi menyebutkan biaya sim C sekitar 600 RB – 700 RB sedangkan untuk sim A Sekitar 700 – 800 RB langsung jadi tanpa praktek kalau mau bisa ketemu sama bagian dalam langsung.
Saat dikonfirmasi petugas atau staf satpas melalui WhatsApp 0978 2506 xxxx terkesan bungkam tidak adanya jawaban ataupun solusi jalan keluar.
Polresta Metro Bekasi menjadi sorotan bukan karena prestasi melainkan praktek gelap terselubung di dalam satpas.
Adanya keluhan dari masyarakat R yang melakukan pengurusan SIM C beberapa kali gagal menceritakan pengalamannya sampai Melalui calo dengan biaya 700 rb, kalau gak gitu gak bisa mendapatkan SIM C.
R menjelaskan kalau bayar uang tidak berbelit Belit nunggu sebentar langsung jadi cuma foto
Tak sedikit yang gagal berulang kali meski sudah berlatih Sebaliknya mereka yang menggunakan jasa calo justru dengan mudah mendapatkan SIM cukup dengan membayar sejumlah uang .
Pimpinan Redaksi media gayortinews.net langsung menghubungi kasihumas Akp Suparyono Polresta metro Bekasi mengenai hal ini melalui WhatsApp 0813 1137 xxxx yang terkesan diam membisu Sampai berita ini diterbitkan.
Konfirmasi dari Satlantas Polresta metro bekasi dan instansi terkait masih ditunggu. Klarifikasi ini penting, karena publik berhak tahu: apakah ada tindak lanjut? Apakah ada sanksi? Atau semua hanya akan tenggelam seperti kasus-kasus sebelumnya?
Fenomena ini memperlihatkan bahwa Satpas Polresta metro bekasi bukan sekadar lalai tapi diduga sudah menjadi bagian dari ekosistem ilegal yang dilanggengkan Pelayanan publik berubah fungsi bukan sebagai instrumen keadilan melainkan pasar gelap legalisasi Hanya mereka yang sanggup membayar yang bisa menikmati kemudahan birokrasi
Apakah kegiatan ini sepengetahuan Kasatlantas dan Kapolresta?apakah pimpinan tahu ataukah sengaja dibiarkan?
Ini bukan pungli biasa, ini mafia perizinan yang mencoreng institusi kepolisian. Kapolda Jateng dan Mabes Polri harus turun langsung! Jika mereka hanya diam, publik berhak menilai Polri sebagai sarang praktik kotor.
Padahal konstitusi Republik Indonesia sudah sangat jelas Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hukum tunduk pada uang dan relasi Mereka yang jujur dan mengikuti prosedur malah tersingkir sementara yang “bermodal” diloloskan tanpa hambatan.
Desakan terhadap penegak hukum dan pengawas internal Polri kian menggema Masyarakat tak butuh slogan manis tentang reformasi birokrasi Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata investigasi menyeluruh penindakan tegas terhadap oknum, dan pemberantasan praktik percaloan dari akar sampai ke pucuk.
Jika praktik ini terus dibiarkan Satpas Polresta metro bekasi tak hanya mempermalukan institusi Polri tapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap negara Setiap SIM C yang lahir dari jalur belakang adalah bukti konkret bahwa hukum di negeri ini bisa diperjualbelikan bahkan di halaman kantor polisi itu .
Dugaan ini menunjukkan adanya kegagalan kontrol internal yang fatal di tubuh Satlantas Polresta metro Bekasi Ketika SIM bisa dibeli seperti barang dagangan, maka keselamatan di jalan raya dipertaruhkan, dan institusi kepolisian kehilangan martabatnya.
Reformasi birokrasi tidak akan pernah hidup jika budaya ‘uang pelicin’ masih jadi bahan bakar pelayanan publik. Satpas bukan tempat jual beli, tapi titik awal tanggung jawab keselamatan di jalan raya.
Pertanyaannya, sejak kapan seragam negara bisa menjual ‘jalan pintas’?
Apakah wajar jika solusi dari rumitnya sistem justru disediakan oleh orang dalamnya sendiri?
Gaya semacam ini mengingatkan kita: ada ruang gelap di balik loket terang. Ada petugas yang seolah punya dua wajah—satu sebagai pelayan masyarakat, satu lagi sebagai calo terselubung.
Di luar sana, ribuan warga lain mungkin mengalami hal serupa. Tapi hanya sedikit yang berani bicara. Karena melawan sistem kerap dianggap melawan negara, padahal yang dilawan adalah kebusukan segelintir oknum.
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin hak warga negara untuk memperoleh informasi publik, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas badan publik.
Karena pelayanan publik adalah soal siapa yang kita layani, bukan siapa yang bisa membayar lebih.
Dan ketika kepercayaan publik mulai retak oleh ulah satu-dua seragam yang salah fungsi, maka yang kita butuhkan bukan sekadar klarifikasi tapi tindakan nyata.
Karena negara yang besar, tidak hanya dibangun oleh infrastruktur yang megah tetapi oleh kejujuran orang-orang kecil yang mempercayai sistemnya.
Komitmen Polri untuk melakukan “bersih-bersih” internal mengacu pada upaya Polri untuk memberantas praktik-praktik korupsi, pelanggaran, dan penyimpangan lainnya di dalam tubuh organisasi. Ini merupakan bagian dari reformasi internal yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan profesionalisme Polri.
Dengan menunjukkan keseriusan dalam membersihkan diri, Polri berharap dapat memulihkan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Pers memiliki peran krusial sebagai pilar keempat demokrasi, berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah dan kekuatan lain dalam masyarakat. Peran pers tidak hanya sebatas penyampaian informasi, tetapi juga mencakup fungsi kontrol sosial, edukasi publik, dan fasilitasi partisipasi warga dalam proses demokrasi. (Team)